RIWAYAT
RATU KALINYAMAT
A.
Keluarga
Ratu Kalinyamat Dan Lingkungannya
1.
Biografi
Ratu Kalinyamat
Menurut
buku Babat Tanah Jawa, Ratu Kalinyamat adalah putri
pangeran
Trenggono dan cucu Raden Patah (sultan Demak yang pertama).
Dari
perkawinannya dengan Putri Cina Raden Patah mempunyai enam
orang putra,
yang paling tua seorang putri Ratu Mas, menikah dengan
Pangeran
Cirebon. Adik-adiknya berjumlah lima orang, semuanya laki-laki,
masing-masing
Pangeran Sabrang Ler (lor), Pangeran Sedo Lepen,
pangeran
Trenggono , Raden Kunduran dan Raden Pamekas.
Setelah
Raden Patah meninggal, maka tahta kerajaan digantikan
oleh anaknya
yaitu Pangeran Sabrang Lor. Waktu Pangeran Sabrang Lor di
belakang
hari juga meninggal, yang menggantikannya Pangeran Trenggono.
Menurut
hukum yang sebenarnya yang berhak menggantikan Pangeran
Sabrang Lor
tidak lain adalah Pangeran Sido Lepen, adiknya yang paling
tua. Akan
tetapi oleh karena Pangeran Sedo Lepen telah meninggal, sebagai
penggantinya
ditunjuk Pangeran Trenggono2 dari Pangeran Trenggono ini
sejarah
asal-usul Ratu Kalinyamat diketahui. Menurut naskah yang
dikumpulkan
oleh panitia penyusun hari jadi Jepara mengenai keturunan
Sultan
Trenggono sebagai berikut:
a. Menurut
R. Panji Jaya Subrata.
Sultan Trenggono mempunyai enam anak
yang terdiri dari anak
perempuan
dan empat laki-laki. Putri pertama menikah dengan Pangeran
Langgar, Putri kedua menikah dengan Pangeran
Hadirin, Putri Ratu Kembang
tidak diketahui menikah dengan siapa, putri
yang keempat
menikah
dengan penguasa Pajang, sedang anak laki-lakinya yang
bernama
Arya Bagus dan Raden Mas Timur tidak diketahui menikah
dengan
siapa.
Menurut beberapa fersi tersebut di
atas penulis berkesimpulan
bahwa Ratu Kalinyamat adalah Putri
dari Sultan Trenggono (Raja Demak
ketiga) sebagai cucu dari raja Demak
I (Raden Patah) yang nama aslinya
adalah Ratna Kencana dan menikah
dengan Pangeran Hadirin.
Sedang nama kalinyamat itu sebenarnya
merupakan sebuah nama julukan pada
suatu tempat, yaitu ibu kota Jepara
pada waktu itu berada di daerah
Kalinyamatan. Baik nama Kalinyamat
maupun kedudukannya sebagai ibu
kota kerajaan Jepara, tersebut dengan
tegas dalam sumber sejarah Portugis
dalam bukunya yang terkenal “De Asia”
Penulis Portugis Deige De Couto
telah menyebut kerajaan-kerajaan di
pulau Jawa termasuk Jepara “Cuja
Cidede Principal Se Chama Cerinhama”
yang ibukotanya bernama
Kalinyamat adapun mengenai kapan Ratu
Kalinyamat lahir sampai sekarang
belum dapat dipastikan oleh ahli
sejarah.
Namun di sini penulis akan mencoba
mengira-ngira. Sebagaimana yang tertulis dalam buku Hari Jadi Jepara bahwa
Sultan Trenggono lahir pada tahun 1483 dan wafat pada tahun 1546 dan dia naik
tahta tahun 1524.6 Dari tahun ini dapat penulis ambil kesimpulan kira-kira
kelahiran Ratu Kalinyamat tahun 1508 karena
tahun 1550 dia sudah mengadakan
pertempuran dengan Portugis ke Malaka.
Kiranya kuranglah lengkap apabila
sejarah Ratu Kalinyamat ini tidak disertakan pula asal-usul perkawinannya
dengan Pangeran Hadirin.
Siapakah sebenarnya Sultan Hadirin
ini? Karena dari sini akan menelurkan
legenda-legenda yang patut disimak
oleh sejarah. Perihal ini ada beberapa
versi:
a. Menurut keterangan Prof. Veth,
Pangeran Hadirin adalah putera Bupati
Jepara. Setelah sepeninggalan Sultan Trenggono dia diberi wilayah Pati,
Juana, Jepara dan Rembang
b. Menurut laporan komisi di Hindia
Belanda untuk kepentingan
kepurbakalaan di Jawa dan Madura tahun 1910 J. Knebel memberi
keterangan bahwa Pangeran Hadirin adalah putera Cirebon, nama aslinya
Raden Mu’min. dia berkelana dan tiba di Demak dan dia ingin mengabdi
pada Raja Demak III (Trenggono). Permohonannya diterima dan
akhirnya diterima sebagai menantu dan lama kelamaan diangkat menjadi
Raja Kalinyamat.
2. Kepribadian Ratu Kalinyamat
Masyarakat Jawa Tengah khususnya
adalah mengakui sosok Ratu
Kalinyamat adalah Raja yang besar
karena nilai-nilai keluhurannya yang
memungkinkan menjadi tokoh panutan
masyarakat:
a. Cinta tanah air, bahwa Ratu
Kalinyamat telah berhasil mengantarkan
Jepara kepada puncak kejayaan.
b. Patriotik dan solidaritas,
keberaniannya menyerang Portugis di Malaka,
dan kerjasamanya denga Raja Johor
dan Aceh. Bentuk seperti ini jelas
bentuk kerja sama yang patriotik
dan solidaritas yang di milikinya.
c. Muslimat yang setia kepada suami,
dengan kematian suaminya dia
menjanda, padahal belum punya anak, dan di pusaran suaminya
didirikan masjid yang sekarang dikenal dengan masjid kuno Mantingan.
d. Tabah hati menghadapi musibah,
dengan kematian saudara dan
suaminya dia dengan gigih menghadapi masalah yang tengah di hadapi
dan dalam waktu yang sama dia mendapat ancaman dari Ario
Penangsang, namun akhirnya dapat teratasi.
3. Kerajaan / Pemerintahan Ratu
Kalinyamat
Sebagaimana yang telah penulis
sebutkan di depan bahwa Sultan
Trenggono wafat tahun 1946. Di masa
ini Sultan Hadirin telah memerintah
di wilayah Jepara, Pati, Juana, dan
Rembang, namun pusat kerajaan tetap di
Demak yang dipimpin oleh Sultan
Prawata, namun dia tewas tahun 1949
demikian pula Sultan Hadirin yang
wafat dalam tahun yang sama dan demikian juga Ario Penangsang tewas pada tahun
itu pula. Dari situlah Ratu Kalinyamat tidak membuang kesempatan pada tahun itu
pula tampil sebagai Ratu Jepara dan tahun 1550 dia telah mengirim ekspedisi ke Malaka.
Pemerintahan Ratu Kalinyamat adalah
simbol kepahlawanan seorang putri sebagai tokoh wanita abad ke-16. DR HJ DE
Graff sejarawan Belanda yang banyak menggeluti sejarah Jawa dalam bukunya awal kebangkitan
Mataram menulis bahwa Ratu Kalinyamat telah dua kali menyerang Portugis dan
Malaka yakni pada tahun 1550 dan tahun 1574. Namun mengalami kegagalan dan Ratu
masih tetap berkuasa dan terus berusaha mengadakan serangan lagi. Serangan yang
kedua itu berkekuatan 300 kapal layar yang 80 buah diantaranya berukuran besar
masing-masing berbobot 400 ton, serta sekitar 15.000 prajurit pilihan yang
dibekali meriam
dan mesiu.
Dari data tersebut maka Ratu
Kalinyamat pernah memiliki armada laut yang luar biasa besarya maka tak heran
jika masa pemerintahannya daerah pesisir utara berada dalam kekuasaannya.
Orang-orang Portugis juga mengakui kebesarannya. Dalam buku De Couto dia
disebut “Rinha de Jepara Senhora Poderosa Erika” yang berarti Ratu Jepara
seorang wanita yang kaya dan berkuasa. Namun akhirnya, karena Ratu Kalinyamat
tidak mempunyai keturunan sehingga mengambil anak angkat dari Banten, tibalah
saatnya pada tahun 1579 dia wafat dan kerajaan diteruskan anak angkatnya yaitu Pangeran
Jepara. Dia juga cukup perkasa namun tak sekuat ibu angkatnya hingga akhir
tahun 1593 Mataram menyerbu Jepara dan tahun 1599 babat sengkala memberitahukan
bedahe Jepara artinya jatuhnya Kalinyamat.
B.
Perselisihan
Di Lingkungan Keluarga Kerajaan Demak
Peranan politik yang dilakukan oleh
Ratu Kalinuyamat diawali ketika
terjadi kemelut di Istana Demak pada
pertengahan abad ke-16 yang
disebabkan oleh perebutan kekuasaan
sepeninggalan Sultan Trenggono.
Perebuta tahta menimbulkan peperangan
berkepanjangan yang berakhir
dengan kehancuran kerajaan. Perebutan
kekuasaan terjadi antara keturunan
Pangeran Sekar dengan Pangeran
Trenggono. Kedua Pangeran ini memang
berhak menduduki tahta Kesultanan
Demak. Dari segi usia, Pangeran Sekar
lebih tua sehingga merasa lebih
berhak atas tahta Kesultanan Demak daripada
Pangeran Trenggono. Namun Pangeran
Sekar lahir dari istri ke tiga Raden
Fatah, yaitu putri Adipati Jipang,
sedangkan Pangeran Trenggono lahir dari
istri pertama, putri Sunan Ampel,
oleh karena itu Pengeran Trenggono merasa
lebih berhak menduduki tahta
Kesultanan Demak.
Pangeran Prawata, putra Pangeran Trenggono, membunuh Pangeran
Sekar yang dianggap sebagai
penghalang bagi Pangeran Trenggono untuk
mewarisi tahta Kesultanan Demak.
Pembunuhan terjadi di sebuah jembatan
sungai saat Pangeran Sekar dalam
perjalanan pulang dari shalat Jum’at. Oleh
karena itu, ia dikenal dengan nama
Pangeran Sekar Seda Lepen. Menurut
tradisi lisan di daerah Demak,
pembunuhan itu terjadi di tepi sungai Tuntang,
sedang menurut tradisi Blora,
Pangeran Sekar dibunuh didekat sungai Gelis.
Pembunuhan ini menjadi pangkal
peresengketaan di Kerajaan Demak. Arya
Penangsang, putra Pangeran Sekar
berusaha menuntut balas atas kematian
ayahnya, sehingga ia berusaha untuk
menumpas keturunan Sultan Trenggono.
Apalagi ia mendapat dukungan secara
penuh dari gurunya Sunan Kudus.
Bagi lawan-lawan politiknya, Arya
Penangsang dituduh telah banyak
melakukan kejahatan dan pembunuhan
terhadap keturunan Sultan
Trenggono.
Ia menyuruh Rangkut untuk membunuh
Sultan Prawata. Sultan
Prawata terbunuh bersama
Permaisurinya pada tahun 1549. Ia kemudian
membunuh Pangeran Hadirin, suami Ratu
Kalinyamat. Pangeran Hadirin
berhasil dibunuh oleh pengikut Arya
Penangsang dalam perjalanan pulang
dari Kudus, mengantarkan istrinya
dalam rangka memohon keadilan dari
Sunan Kudus atas dibunuhnya Sultan
Prawata oleh Arya Penangsang. Namun
Sunan Kudus tidak dapat menerima
tuntutan Ratu Kalinyamat karena ia
memihak Arya Penangsang. Menurut
Sunan Kudus, Sultan Prawata memang
berhutang nyawa kepada Arya
Penangsang yang harus dibayar dengan
nyawanya. Arya Penangsang juga
mencoba membunuh Adipati Pajang Hadi
Wijaya, menantu Sultan Trenggono.
Kematian Sultan Prawata dan Pangeran Hadirin tampaknya membuat
selangkah lagi bagi Arya Penangsang
untuk menduduki Tahta Demak.
Meskipun pembunuhan terhadap Sultan
Prawata dan Pangeran Hadirin telah
berjalan
mulus, namun Sunan Kudus merasa belum puas apabila Arya Penangsang belum
menjadi raja, karena masih ada penghalangnya yaitu Hadi Wijaya. Atas nasehat
Sunan Kudus, Arya Penangsang berencana membunuh Hadi Wijaya, namun mengalami
kegagalan. Kegagalan itu mendorong pecahnya perang antara Jipang dengan Pajang
Peperangan
antara Pajang dan Jipang tidak dapat terelakkan. Dalam
peperangan
itu, Arya Penangsang memimpin pasukan Jipang mengendarai kuda jantan bernama
Gagak Rimang yang dikawal oleh Prajurit Soreng. Adapun pasukan Pajang dipimpin
oleh Ki Gede Pemanahan, Ki Penjawi, Ki Juru Martani. Pasukan Pajang juga
dibantu oleh sebagian prajurit Demak dan Tamtama dari Butuh, Pengging. Dalam
peperangan itu Arya Penangsang terbunuh.
Pertempuran
dimenangkan oleh pihak Pajang dan Arya Penangsang
gugur.
Rangkaian peristiwa pembunuhan para kerabat raja Demak hingga perang antara
Pajang melawan Jipang itu dalam sumber tradisi terjadi pada tahun 1549. Hal itu
merupakan anti klimaks dari sejarah Dinasti Demak
Setelah
kematian Arya Penangsang, Retno Kencono dilantik menjadi
penguasa
Jepara dengan Gelar Ratu Kalinyamat. Peristiwa perebutan kekuasaan di Demak itu
disatu pihak telah memunculkan tokoh wanita yang memegang peranan penting dalam
kesatuan keluarga kesultanan Demak, serta dalam bidang politik kewanitaan yang
begitu menonjol. Sementara itu dipihak lain, memunculkan seorang tokoh baru
atau Homonovus yaitu Sultan Hadi Wijaya.
|
|
Kemashuran
kepemimpinan Ratu Kalinyamat sampai seluruh penjuru
nusantara,
hal ini didasarkan dari berita Portugis yang melaporkan bahwa ada hubungan
antara Ambon dan Jepara. Pemimpin pemimpin “Persekutuan Hitu” di Ambon ternyata
beberapa kali meminta bantuan Jepara melawan orang Portugis dan juga melawan
suku yang lain yang masih seketurunan, yaitu orang orang Hative,18 juga betapa
besar kekuasan Ratu Kalinyamat nampak dari usahanya menyerang orang Portugis di
Malaka pada tahun 1550 yang kemudian diulanginya pada tahun 1574. Menurut De
Couro pada tahun 1550 Raja Johor menulis sepucuk surat pada Ratu Kalinyamat,
mengajak ratu Jepara itu melakukan perang suci melawan orang orang Portugis di
Malaka. Dalam surat itu Raja Johor juga menyatakan, di Malaka telah terjadi
kekurangan bahan pangan.
Ratu
Kalinyamat menjawab seruan itu dengan mengirim sebuah
armada
yang kuat. Dalam serangan tersebut telah muncul 200 buah kapal besar dari
negeri negeri Islam yang telah bersekutu menyerang Malaka, 40 buah diantaranya
berasal dari Jepara, memuat 4 sampai 5 ribu orang prajurit. Armada itu
dikepalai oleh seorang Panglima, seorang Jawa yang disebut dengan nama julukan
“Sang Adipati”, seorang lelaki yang gagah berani
Ratu
Kalinyamat diperkirakan memerintah hingga 1579. Penggantinya
adalah
Pangeran Jepara, Putra angkat Ratu Kalinyamat. Sejarah Banten menyebutkan bahwa
putra mahkota Jepara yang bernama Pangeran Aria atau Pangeran Jepara adalah
putra angkat Ratu Kalinyamat, putra Raja Banten Hasanuddin. Pada masa itu
pertahana Jepara mulai mengalami kemerosotan. Ratu Kalinyamat diperkirakan
memimpin Jepara selama 30 tahun dimulai dari tahun 1549-1579, selama itulah
setelah menjadi janda Ratu Kalinyamat dalam hidupnya digunakan mensejahterakan
masyarakat Jepara dan melakukan dakwah Islam di wilayah Pantai Utara pulau
Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar